Mengapa soft skills jadi investasi penting untuk perusahaan di 2025? Semua ini terjadi karena dunia kerja sedang mengalami pergeseran paradigma yang fundamental.
Di era digital yang kian matang, ditambah dengan percepatan adopsi kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi, kemampuan teknis atau hard skills saja tidak lagi menjadi jaminan utama kesuksesan.
Keterampilan yang bersifat spesifik dan berorientasi pada teknologi memang penting, namun nilai intinya kini mulai tergerus oleh kemampuan mesin yang semakin canggih.
Lantas, apa yang membedakan manusia dari mesin, dan bagaimana perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya di masa depan?
Jawabannya terletak pada soft skills.
Ini adalah serangkaian atribut pribadi, ciri-ciri karakter, dan kemampuan interpersonal yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dan harmonis dengan orang lain.
Jika hard skills adalah apa yang Anda ketahui dan lakukan, maka soft skills adalah bagaimana Anda berinteraksi dan beradaptasi.
Kami percaya, dan akan kami buktikan dalam artikel ini, bahwa menjelang tahun 2025, investasi pada soft skills akan menjadi salah satu strategi paling krusial bagi setiap perusahaan yang ingin tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang pesat.
Daftar Isi
Apa Itu Soft Skills dan Mengapa Penting?
Soft skills merujuk pada kompetensi non-teknis yang berkaitan dengan cara kita bekerja dan berinteraksi.
Berbeda dengan hard skills yang seringkali dapat dipelajari melalui pelatihan formal, sertifikasi, atau pendidikan teknis (seperti pemrograman, akuntansi, atau analisis data), soft skills lebih sulit diukur dan dikembangkan.
Namun, dampaknya pada kinerja individu dan tim sangatlah signifikan.
Beberapa contoh soft skills inti meliputi komunikasi efektif, kerja sama tim, berpikir kritis, pemecahan masalah, kepemimpinan, kecerdasan emosional, adaptabilitas, manajemen waktu, dan resiliensi.
Kunci perbedaan antara keduanya adalah bahwa hard skills membantu Anda mendapatkan pekerjaan, sementara soft skills membantu Anda berhasil dan maju dalam pekerjaan tersebut.
Di tengah lingkungan bisnis yang semakin kompleks dan cepat berubah, yang sering disebut sebagai era VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambigous), soft skills menjadi sangat relevan.
Ketidakpastian menuntut adaptabilitas, kompleksitas membutuhkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah, sementara ambiguitas memerlukan kemampuan komunikasi yang jelas dan kepemimpinan yang kuat.
Perusahaan yang karyawannya menguasai soft skills akan jauh lebih lincah dan mampu merespons perubahan pasar dengan lebih efektif.
Perubahan Lanskap Dunia Kerja di 2025
Dunia kerja terus mengalami transformasi radikal.
Otomatisasi dan digitalisasi, yang tadinya hanya menjadi ancaman hipotetis, kini menjadi realitas yang tak terhindarkan.
Banyak pekerjaan rutin dan berulang yang sebelumnya dilakukan manusia kini dapat dieksekusi oleh algoritma dan robot dengan efisiensi yang lebih tinggi.
Ini bukan sekadar tren, ini adalah evolusi fundamental yang akan membentuk ulang pasar tenaga kerja global.
Kecerdasan Buatan (AI), pembelajaran mesin, dan otomatisasi akan mengambil alih banyak tugas teknis yang berulang dan berbasis data.
Pekerjaan yang membutuhkan analisis data masif, entri data, atau bahkan beberapa bentuk layanan pelanggan, kini dapat ditangani oleh AI.
Namun, ada satu area di mana manusia masih memiliki keunggulan tak tertandingi: interaksi sosial, kreativitas, empati, dan pemikiran strategis yang kompleks.
Inilah inti dari soft skills.
Akibatnya, permintaan terhadap karyawan yang mampu berkolaborasi lintas budaya dan generasi, memimpin tim virtual, beradaptasi dengan teknologi baru, serta memecahkan masalah yang tidak terstruktur akan melonjak.
Perusahaan akan mencari individu yang dapat bekerja berdampingan dengan AI, memanfaatkan kemampuannya sambil tetap mempertahankan sentuhan manusia yang esensial untuk inovasi dan hubungan pelanggan.
Jadi… Mengapa Soft Skills Jadi Investasi Penting?
Dalam konteks bisnis yang kompetitif, soft skills bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan fondasi penting yang menopang daya saing perusahaan.
Investasi dalam pengembangan soft skills karyawan memiliki dampak langsung pada berbagai aspek operasional dan strategis.
Pertama, ia secara signifikan meningkatkan produktivitas tim.
Tim yang anggotanya memiliki kemampuan komunikasi yang baik, mampu berkolaborasi secara efektif, dan memahami dinamika interpersonal, cenderung bekerja lebih harmonis dan mencapai tujuan lebih cepat.
Konflik dapat diselesaikan dengan konstruktif, ide-ide mengalir bebas, dan eksekusi tugas menjadi lebih efisien.
Kualitas kepemimpinan juga akan meningkat drastis.
Pemimpin dengan soft skills yang kuat mampu menginspirasi, memotivasi, dan mengelola perubahan dengan lebih baik, menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif.
Kedua, soft skills memiliki hubungan erat dengan kepuasan pelanggan dan employee engagement.
Karyawan dengan empati, kemampuan mendengarkan aktif, dan keterampilan pemecahan masalah yang baik dapat memberikan pengalaman pelanggan yang superior, yang pada akhirnya meningkatkan loyalitas dan reputasi merek.
Sementara itu, di dalam organisasi, karyawan yang merasa didukung dalam pengembangan soft skills mereka cenderung lebih terlibat, termotivasi, dan loyal terhadap perusahaan.
Mereka merasa bahwa perusahaan berinvestasi pada pertumbuhan pribadi dan profesional mereka, bukan hanya pada kemampuan teknis.
Mengukur ROI (Return on Investment) dari pelatihan soft skills mungkin tidak sesederhana menghitung peningkatan penjualan dari kampanye pemasaran, namun dampaknya terasa nyata dalam jangka panjang.
Penurunan tingkat turnover karyawan, peningkatan inovasi, peningkatan kualitas layanan, dan budaya kerja yang lebih positif adalah beberapa indikator keberhasilan yang dapat diatribusikan pada penguatan soft skills.
Jenis Soft Skills yang Paling Dibutuhkan di 2025
Meskipun semua soft skills penting, beberapa di antaranya akan menjadi krusial di tahun 2025, terutama mengingat dinamika perubahan yang ada:

Komunikasi Efektif
Di tahun 2025, komunikasi efektif akan tetap menjadi soft skill paling vital di dunia kerja. Kemampuan menyampaikan ide dengan jelas, mendengarkan dengan empati, dan menyesuaikan gaya komunikasi dengan audiens menjadi penentu apakah pesan bisa dipahami dan ditindaklanjuti.
Banyak perusahaan mengalami situasi di mana ide brilian atau analisis teknis gagal mendapat perhatian, hanya karena disampaikan dengan cara yang kurang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi bukan sekadar skill tambahan, melainkan fondasi utama dalam kolaborasi, kepemimpinan, maupun pengambilan keputusan bisnis.
Dengan komunikasi yang efektif, karyawan dapat membangun kepercayaan, mengurangi konflik, serta meningkatkan produktivitas tim. Tidak heran jika perusahaan semakin melihat kemampuan ini sebagai investasi jangka panjang untuk menghadapi persaingan yang kian kompleks.
Contoh kasus: Sebuah perusahaan jasa konsultan memiliki tim analis yang sangat kuat secara hard skills. Mereka mampu mengolah data, membuat model analisis, dan menyajikan laporan teknis dengan detail. Namun, saat hasil analisis dipresentasikan kepada klien, tim sering kali menghadapi masalah:
- Presentasi terlalu teknis dan sulit dipahami.
- Pesan utama tidak tersampaikan dengan jelas.
- Klien kebingungan dan tidak yakin dengan rekomendasi yang diberikan.
Akibatnya, meskipun kualitas analisis tinggi, klien merasa ragu untuk menindaklanjuti rekomendasi, bahkan ada yang memilih pindah ke konsultan lain yang bisa menyampaikan ide dengan lebih sederhana dan persuasif.
Melihat masalah ini, pentingnya untuk berinvestasi dalam pelatihan komunikasi efektif dan presentasi bisnis yang dapat membantu karyawan untuk memiliki kemampuan:
- Active listening untuk memahami kebutuhan klien sebelum memberikan solusi.
- Public speaking untuk menyampaikan ide dengan percaya diri.
- Storytelling dalam bisnis agar laporan teknis bisa dipahami klien.
Leadership & Manajemen Perubahan
Di tengah disrupsi yang konstan, pemimpin tidak hanya harus mengelola tim, tetapi juga menginspirasi dan membimbing mereka melalui masa-masa transisi.
Kemampuan untuk mengelola perubahan, mengatasi resistensi, dan menjaga moral tim akan sangat menentukan keberhasilan transformasi organisasi.
Contoh Kasus: Sebuah perusahaan manufaktur berencana mengimplementasikan teknologi otomasi baru yang akan mengubah peran puluhan karyawan.
Manajer dengan keterampilan manajemen perubahan yang kuat mengadakan sesi dialog terbuka, menjelaskan manfaat jangka panjang, memberikan pelatihan ulang, dan mendengarkan kekhawatiran karyawan.
Hasilnya, transisi berjalan lebih lancar dengan resistensi minimal dan moral karyawan tetap terjaga.
Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi diri sendiri, serta mengenali dan memengaruhi emosi orang lain.
Ini adalah fondasi untuk membangun hubungan kerja yang sehat, empati terhadap kolega dan pelanggan, serta resolusi konflik yang konstruktif.
Di lingkungan kerja yang serba cepat, kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan dan memahami perspektif orang lain adalah aset tak ternilai.
Contoh Kasus: Seorang manajer proyek memiliki anggota tim yang sedang mengalami tekanan pribadi, yang memengaruhi kinerjanya.
Dengan kecerdasan emosional yang tinggi, manajer tersebut mendekati anggota tim dengan empati, menawarkan dukungan, dan menyesuaikan beban kerja sementara, tanpa mengurangi target keseluruhan.
Ini tidak hanya membantu karyawan tersebut pulih, tetapi juga memperkuat loyalitas tim secara keseluruhan.
Critical Thinking & Problem Solving
Dalam menghadapi kompleksitas bisnis modern, kemampuan untuk menganalisis informasi secara objektif, mengidentifikasi akar masalah, dan merumuskan solusi inovatif adalah krusial.
Ini bukan tentang menghafal jawaban, melainkan tentang mengajukan pertanyaan yang tepat dan berpikir di luar kotak.
Contoh Kasus: Sebuah perusahaan ritel menghadapi penurunan penjualan yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor musiman.
Tim yang terlatih dalam berpikir kritis tidak hanya melihat data penjualan, tetapi juga menganalisis tren pasar, perilaku pelanggan, strategi kompetitor, dan bahkan umpan balik media sosial.
Mereka mengidentifikasi bahwa masalahnya adalah pengalaman berbelanja yang usang, dan merancang solusi holistik yang menggabungkan peningkatan fisik toko dan pengalaman digital.
Adaptability & Resilience
Dunia akan terus berubah.
Karyawan yang adaptif mampu dengan cepat mempelajari keterampilan baru, beradaptasi dengan teknologi dan proses kerja yang terus berkembang, serta nyaman dengan ketidakpastian.
Resiliensi adalah kemampuan untuk bangkit kembali dari kemunduran dan tekanan, mempertahankan mental positif di tengah tantangan.
Kedua keterampilan ini sangat penting untuk bertahan dan berkembang di tengah perubahan cepat.
Contoh Kasus: Sebuah perusahaan startup harus melakukan pivot bisnis yang signifikan karena perubahan pasar mendadak.
Karyawan dengan adaptabilitas tinggi cepat memahami visi baru, bersedia mempelajari peran baru, dan berpartisipasi aktif dalam strategi yang direvisi.
Karyawan yang resilien mampu mengatasi kekecewaan awal atau kebingungan, dan tetap fokus pada tujuan baru, membantu perusahaan melewati masa sulit dan kembali ke jalur pertumbuhan.
Dampak Positif Investasi Soft Skills bagi Perusahaan
Investasi pada soft skills bukan sekadar pengeluaran, melainkan strategi yang akan membuahkan hasil signifikan bagi keberlangsungan dan pertumbuhan perusahaan.
Beberapa dampak positif yang dapat dirasakan antara lain:
- Meningkatkan Kinerja Tim: Tim yang anggotanya memiliki komunikasi efektif, kemampuan resolusi konflik, dan kolaborasi yang kuat cenderung lebih produktif, inovatif, dan mencapai tujuan bersama dengan lebih efisien. Sinergi antar individu menjadi lebih baik, mengurangi friksi dan hambatan internal.
- Mengurangi Turnover Karyawan: Lingkungan kerja yang positif, di mana karyawan merasa dihargai, didengar, dan memiliki kesempatan untuk berkembang, akan meningkatkan kepuasan dan loyalitas. Karyawan yang merasa diinvestasikan dalam pengembangan soft skills mereka cenderung lebih loyal dan bersemangat, sehingga mengurangi biaya rekrutmen dan pelatihan yang mahal akibat turnover tinggi.
- Mendukung Inovasi & Kolaborasi: Soft skills seperti berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi adalah pendorong utama inovasi. Ketika karyawan merasa nyaman berbagi ide, menerima umpan balik, dan bekerja lintas departemen, ide-ide baru akan lebih mudah muncul dan diimplementasikan, memacu pertumbuhan dan keunggulan kompetitif.
- Membantu Perusahaan Bertahan dalam Persaingan Global: Di pasar yang semakin global dan dinamis, perusahaan yang memiliki karyawan dengan adaptabilitas tinggi, kemampuan negosiasi lintas budaya, dan pemahaman emosional yang baik akan lebih unggul dalam menjalin kemitraan, melayani pasar internasional, dan menavigasi kompleksitas bisnis global.
Sebuah studi singkat menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang secara proaktif mengintegrasikan pelatihan soft skills ke dalam program pengembangan karyawan mereka seringkali melaporkan peningkatan yang nyata dalam kepuasan pelanggan, keterlibatan karyawan, dan bahkan profitabilitas.
Misalnya, banyak perusahaan teknologi terkemuka yang dulunya hanya fokus pada keahlian teknis, kini sangat menekankan kemampuan komunikasi, kerja tim, dan kepemimpinan dalam proses rekrutmen dan promosi mereka.
Mereka memahami bahwa inovasi terbaik lahir dari kolaborasi tim yang kuat, bukan hanya dari kejeniusan individu.
Sebuah laporan dari CQ University juga menggarisbawahi pentingnya pelatihan soft skills dalam membangun tim yang solid, efisien, kreatif, dan harmonis, yang pada akhirnya meningkatkan daya saing perusahaan.
Tantangan dalam Mengembangkan Soft Skills
Meskipun urgensinya sangat jelas, pengembangan soft skills tidak luput dari tantangan.
Salah satu kesulitan utama adalah pengukurannya yang subjektif.
Berbeda dengan hard skills yang bisa diuji dengan sertifikasi atau proyek konkret, mengukur peningkatan empati atau kemampuan negosiasi lebih sulit.
Ini seringkali membuat manajemen ragu dalam mengalokasikan anggaran.
Selain itu, pengembangan soft skills membutuhkan waktu dan proses yang berulang.
Ini bukanlah pelatihan sekali jalan, melainkan perjalanan berkelanjutan yang memerlukan praktik, umpan balik, dan refleksi.
Perubahan perilaku membutuhkan konsistensi dan lingkungan yang mendukung.
Resistensi dari karyawan atau manajemen juga bisa menjadi hambatan.
Beberapa karyawan mungkin merasa bahwa fokus pada soft skills mengalihkan perhatian dari pekerjaan teknis mereka, sementara manajemen mungkin tidak melihat ROI langsung dari investasi ini.
Terakhir, perbedaan gaya belajar antar generasi (Boomer, Millennial, Gen Z) memerlukan pendekatan pelatihan yang bervariasi.
Generasi muda mungkin lebih menyukai pembelajaran interaktif dan berbasis teknologi, sementara generasi yang lebih tua mungkin lebih nyaman dengan metode tradisional, menuntut adaptasi dalam desain program.
Cara Perusahaan Berinvestasi dalam Soft Skills
Mengatasi tantangan tersebut, perusahaan dapat mengadopsi beberapa strategi efektif untuk berinvestasi dalam pengembangan soft skills karyawan:
- Menyusun Program Pelatihan Soft Skills Terintegrasi: Alih-alih pelatihan lepas, buatlah program yang terstruktur dan terintegrasi dengan tujuan bisnis. Identifikasi soft skills kunci yang selaras dengan visi perusahaan dan tantangan masa depan. Program ini bisa mencakup modul-modul yang spesifik, seperti pelatihan komunikasi asertif, manajemen konflik, atau pelatihan kepemimpinan transformasional.
- Menggunakan Vendor Training Berpengalaman: Libatkan pakar eksternal atau vendor pelatihan yang memiliki rekam jejak terbukti dalam mengembangkan soft skills. Mereka dapat membawa metodologi yang teruji, fasilitator berpengalaman, dan materi yang relevan, memastikan kualitas dan efektivitas pelatihan.
- Coaching, Mentoring, & Experiential Learning: Pembelajaran yang paling efektif seringkali terjadi di luar kelas. Implementasikan program coaching individual atau kelompok, di mana karyawan mendapatkan bimbingan personal dari pelatih bersertifikat. Program mentoring dari senior karyawan juga sangat berharga. Selain itu, berikan kesempatan untuk experiential learning melalui proyek-proyek lintas departemen, simulasi, atau studi kasus nyata yang memaksa karyawan menerapkan soft skills mereka dalam konteks praktis.
- Membangun Budaya Belajar Berkelanjutan: Promosikan pola pikir di mana pembelajaran adalah proses yang konstan. Ini bisa dicapai melalui seminar rutin, sesi berbagi pengetahuan internal, akses ke platform pembelajaran online, dan insentif bagi karyawan yang mengambil inisiatif untuk mengembangkan diri. Dorong budaya di mana umpan balik konstruktif diberikan dan diterima secara terbuka.
- Mengintegrasikan Soft Skills ke Performance Appraisal: Untuk menekankan pentingnya soft skills, integrasikan penilaiannya ke dalam sistem evaluasi kinerja karyawan. Selain menilai pencapaian target teknis, nilai juga bagaimana karyawan berkolaborasi, berkomunikasi, beradaptasi, dan memimpin. Ini tidak hanya memberikan pengakuan, tetapi juga memotivasi karyawan untuk terus mengasah kemampuan non-teknis mereka.
Masa Depan Soft Skills di Dunia Kerja
Seiring berjalannya waktu menuju 2025 dan seterusnya, soft skills akan menjadi “mata uang baru” di dunia kerja.
Di tengah dominasi teknologi dan AI yang mengambil alih tugas-tugas berulang, kemampuan manusia untuk berpikir kreatif, berinteraksi secara empatik, beradaptasi dengan cepat, dan berinovasi akan semakin berharga.
Pekerjaan-pekerjaan masa depan akan membutuhkan perpaduan unik antara kecerdasan buatan dan sentuhan manusia – kemampuan untuk memanfaatkan kekuatan AI sebagai alat, sembari tetap mempertahankan esensi kemanusiaan dalam interaksi dan pengambilan keputusan.
Perusahaan-perusahaan yang akan unggul adalah mereka yang tidak hanya berinvestasi pada teknologi terbaru atau hard skills mutakhir, tetapi juga yang secara sadar menyeimbangkan keduanya.
Mereka akan memahami bahwa human capital mereka, yang diperkaya dengan soft skills yang kuat, adalah aset strategis yang tak dapat ditiru oleh mesin.
Masa depan milik mereka yang mampu menggabungkan efisiensi algoritma dengan kepekaan dan kecerdasan manusiawi.
Kesimpulan
Pergeseran lanskap dunia kerja menuju era digital dan AI telah menempatkan soft skills pada posisi sentral.
Artikel ini telah menjelaskan mengapa kemampuan interpersonal dan adaptif, seperti komunikasi efektif, kepemimpinan, kecerdasan emosional, berpikir kritis, serta adaptabilitas dan resiliensi, bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan fondasi bagi daya saing bisnis di tahun 2025 dan masa mendatang.
Kami telah melihat bagaimana investasi pada soft skills mampu meningkatkan kinerja tim, mengurangi turnover, mendorong inovasi, dan membantu perusahaan bertahan di tengah persaingan global.
Meskipun ada tantangan dalam pengukuran dan pengembangannya, potensi ROI jangka panjang dari pelatihan soft skills sangatlah besar.
Ini adalah investasi strategis untuk masa depan perusahaan, bukan sekadar biaya operasional.
Oleh karena itu, bagi setiap organisasi yang ingin tetap relevan, inovatif, dan unggul di era yang terus berubah, inilah saatnya untuk mulai merancang dan mengimplementasikan strategi pelatihan soft skills yang komprehensif.
Mulailah berinvestasi pada aset terpenting Anda: karyawan Anda, dan bekali mereka dengan soft skills yang akan membawa mereka dan bisnis Anda menuju kesuksesan berkelanjutan.
FAQ: Pertanyaan Umum tentang Soft Skills
Apa yang dimaksud dengan soft skills dalam dunia kerja?
Soft skills adalah serangkaian atribut pribadi, ciri-ciri karakter, dan kemampuan interpersonal yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dan harmonis dengan orang lain.
Mengapa soft skills lebih penting daripada hard skills di era digital?
Di era digital, banyak tugas teknis (hard skills) dapat diotomatisasi oleh AI.
Keunggulan manusia justru terletak pada interaksi sosial, kreativitas, empati, dan pemikiran strategis kompleks, yang merupakan inti dari soft skills.
Apa saja contoh soft skills yang paling dibutuhkan karyawan di tahun 2025?
Beberapa soft skills krusial di tahun 2025 meliputi komunikasi efektif, kepemimpinan dan manajemen perubahan, kecerdasan emosional, berpikir kritis dan pemecahan masalah, serta adaptabilitas dan resiliensi.
Bagaimana perusahaan bisa mengukur efektivitas pelatihan soft skills?
Efektivitasnya diukur secara tidak langsung melalui indikator seperti penurunan turnover, peningkatan inovasi, peningkatan kualitas layanan pelanggan, keterlibatan karyawan, dan budaya kerja yang lebih positif.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan soft skills karyawan?
Pengembangan soft skills adalah proses berkelanjutan yang membutuhkan waktu, praktik berulang, umpan balik, dan refleksi, bukan pelatihan sekali jalan.
Apa manfaat investasi pelatihan soft skills bagi produktivitas perusahaan?
Manfaatnya meliputi peningkatan kinerja tim, pengurangan turnover karyawan, dukungan terhadap inovasi dan kolaborasi, serta membantu perusahaan bertahan dalam persaingan global.
Apakah pelatihan soft skills cocok untuk semua level karyawan?
Ya, pelatihan soft skills bermanfaat untuk semua level karyawan, mulai dari staf hingga manajemen, karena kemampuan interpersonal dan adaptif diperlukan di setiap posisi.
Apa perbedaan pendekatan pelatihan soft skills dan hard skills?
Hard skills sering dipelajari melalui pendidikan formal atau sertifikasi.
Soft skills dikembangkan melalui coaching, mentoring, experiential learning, dan budaya belajar berkelanjutan, fokus pada perubahan perilaku.
Bagaimana cara memilih vendor training yang tepat untuk program soft skills?
Pilih vendor dengan rekam jejak terbukti dalam mengembangkan soft skills, memiliki metodologi teruji, fasilitator berpengalaman, dan materi pelatihan yang relevan.
Apakah ROI dari pelatihan soft skills benar-benar bisa diukur?
Ya, ROI dapat diukur meskipun tidak sesederhana metrik langsung seperti penjualan.
Dampaknya terasa nyata dalam jangka panjang melalui peningkatan produktivitas, kepuasan karyawan, dan daya saing bisnis.